Satu lagi startup yang meramaikan dunia bisnis digital Indonesia, Ula. Setelah mendapatkan pendanaan dari Bezos Expeditions, startup retail Ula siap senggol bukalapak.
Tampaknya nama investornya tidak asing di telinga Anda? Karena ini merupakan bentukan dari bos Amazon, Jeff Bezos.
Bersama dengan Prosus Ventures, Tencent, dan B-capital menyuntik dana sebesar Rp 1,2 Triliun untuk pengembangan startup retail Ula.
Awalnya kami bingung kenapa namanya Ula, namun setelah mengintip ke laman resminya ULA merupakan singkatan dari Untung, Lancar, Aman.
Ini semacam visi yang ingin Ula tawarkan kepada warung pengecer untuk bekerja sama dalam membangun rantai distribusi barang yang efektif dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak.
Ula didirikan oleh Nipun Mehra yang berpengalaman di startup serupa yaitu Flipkart di India. Kemudian ada Alan Wong (pernah bekerja di Amazon), Derry Sakti (P&G Indonesia) dan Riky Tenggara (pernah di Lazada).
Mereka berempat memulai Ula dengan target pemasaran di kawasan Asia Tenggara. Menurut Nipun Asia Tenggara mempunyai karakter mirip dengan India, yaitu banyak warung kelontong milik rakyat.
Dalam kr-asia.com, Nipun mengatakan bahwa dia menemukan kondisi yang serupa antara Indonesia dan India. Yaitu banyak toko kecil tempat para ibu – ibu membeli kebutuhan rumah mereka.

Tentu dengan kesulitan yang sama, yaitu modal, pengelolaan, dan tidak adanya perkembangan jumlah penjualan maupun fisik toko.
Dalam liputan Tech Crunch, Ula fokus pada pengembangan platform Ecommerce business to business yang memberi solusi pada warung kelontong terkait distribusi barang, rantai pasokan, inventaris, dan modal.
Apalagi dengan sokongan dari P&G yang merupakan distributor besar barang kebutuhan sehari – hari, Ula akan mampu memotong rantai distribusi. Sehingga dari pengecer besar langsung ke pengecer kecil.
Sebenarnya pola seperti ini sudah lebih dahulu dilakukan oleh Bukalapak dengan layanan Mitra Bukalapak. Maka banyak ahli menilai bahwa layanan retail Ula siap senggol Bukalapak.
Siapa Nipun Mehra?
Mehra adalah seorang insinyur pengembangan perangkat lunak untuk Amazon setelah dia lulus dari Universitas Stanford pada tahun 2004.
Insinyur itu kembali ke tanah airnya, India, pada tahun 2012, dan bergabung dengan Flipkart, yang telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan Ecommerce paling besar India.
Selama bekerja untuk Flipkart, Mehra mengembangkan cara bagi perusahaan untuk bermitra dengan kios kecil. Pada saat itu, penggunaan smartphone pada segmen ini sangat rendah.
“Sementara orang-orang seperti saya mungkin memiliki smartphone, pemilik toko ibu-dan-pop tidak, jadi tidak ada yang bisa Anda lakukan.” Kata Nehra pada kr-asia.com.
Perjalanan teknologi Mehra berlanjut di Sequoia Capital, ketika dia menjadi bagian dari tim dari balik layar atas berbagai investasi di Indonesia.
Sequoia Capital merupakan investor awal dari beberapa perusahaan teknologi paling besar di Tanah Air, seperti Gojek, Tokopedia, dan Traveloka.
“Saya mulai mendapatkan banyak eksposur ke Indonesia dari luar. Saya datang ke negara itu pada tahun 2019 dan menghabiskan lima bulan hanya berkeliaran di pasar.
Saya menyewa seorang penerjemah, dan kami berbicara dengan pengecer yang berbeda. Indonesia berada pada titik di mana teknologi berdampak signifikan pada ritel, dan sektor ini siap untuk peningkatan dan perubahan besar-besaran,” kata Mehra.
Misi Sosial Ula
Ula mengoperasikan pasar e-commerce grosir untuk pengecer kecil dan mikro. Ini membantu pemilik kios mendigitalkan rantai pasokan dan manajemen inventaris mereka.
Pengecer kecil pada pasar negara berkembang memiliki beberapa ciri yang berbeda, kata Mehra.
“Mereka sangat mengenal pelanggan mereka. Mereka tahu nama Anda, di mana Anda tinggal, bahkan apa yang ingin Anda beli. Hubungan ini tidak bisa diganti dengan mudah dengan teknologi,” katanya.

“Kedua, operasi mereka sangat hemat biaya; tidak ada AC atau karyawan di warung . Mereka bahkan tidak memiliki biaya sewa karena mereka beroperasi di ruang mereka sendiri dan biasanya dibawah ambang batas pajak.”
Biasanya, warung menjual barang-barang seperti nasi, mie instan, minyak goreng, dan makanan kaleng. Mereka juga menyediakan perlengkapan rumah tangga seperti deterjen dan sabun cuci piring.
Sementara sentuhan manusiawi terhadap warung memberikan daya tarik yang ramah, faktanya bahwa toko-toko kecil ini berada dalam posisi tawar yang lemah terhadap pengecer besar.
Sumber yang tidak efisien, kurangnya akses ke produk dengan harga terjangkau, dan rantai pasokan yang buruk adalah tantangan umum bagi toko para ibu-ibu, khususnya di kota-kota kecil.
Tapi Ula mengubah ini. Aplikasinya memungkinkan pemilik kios memesan produk baru yang dikirimkan langsung kepada mereka. Ini memecahkan satu faktor ketidakefisienan.
Pada masa lalu, penjaga warung harus menutup toko mereka selama jam kerja reguler setiap kali mereka harus secara fisik mengunjungi toko grosir untuk membeli stok barang.
Ini bukan hanya pengeluaran dalam hal waktu tetapi juga melibatkan pengeluaran uang untuk sewa kendaraan dan bensin. Hal seperti ini yang ingin Ula kurangi, inefisiensi.
Baca juga : Mengintip 9 Bisnis Keren dari RANS Entertainment
Bermitra Dengan Warung
Memberdayakan warung tradisional merupakan sebuah misi besar Ula, karena menurut mereka masyarakat bawah juga punya hak untuk tumbuh berkembang.
Nipun, sang Founder, mengatakan bahwa 60 persen perekonomian Indonesia merupakan sumbangan dari UMKM.
Dengan misi memberdayakan 63 juta UMKM Indonesia dengan teknologi digital, Nipun bersandar pada pengadaan barang dan sistem operasional yang lebih efisien.
Dari pengamatan tim Ula, ada 3 masalah yang rentan menimpa warung kecil yaitu pilihan produk terbatas, modal kecil, rantai pasokan, dan pengelolaan yang kurang terampil.
Kompleksitas masalah inilah yang ingin Ula pecahkan dengan menawarkan solusi bagi UMKM agar bisa memenuhi kebutuhan pelanggan sekitar dan merealisasikan potensi pertumbuhan bisnis.
Dengan memanfaatkan teknologi, mereka ingin membantu warung UMKM untuk mengelola modal kerja dan stok barang dengan lebih baik.
Dalam laman resminya, setidaknya ada 3 program unggulan dari Ula untuk UMKM. Yaitu:
- Sobat Ula, program kerjasama B2B menyediakan barang dengan harga yang kompetitif dan pengiriman terpercaya.
- Teman Ula, program penjualan berbasis komunitas. Ini merupakan dukungan dari Ula bagi siapapun yang ingin memulai usaha sendiri atau membantu orang sekitar mereka.
- Titik Ula, kesempatan bagi siapapun yang ingin menjadi mitra bagi layanan antar jemput barang pesanan pelanggan. Tenang, ada fee layanan kok.
Jika Anda berminat pada salah satu dari ketiga layanan ini, bisa langsung mengklik tombol yang ada pada laman resmi https://landing.ula.app/id/awal/

Usia 20 Bulan, Pertumbuhan 230 Kali Lipat
Ula mencatatkan pertumbuhan yang bagi sebagian orang mencengangkan. Mengawali operasinya pada area Jawa Timur kini Ula mulai merambah bagian Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Sebagian perusahaan mengalami kesulitan bertumbuh selama masa pandemi, namun Ula malah mampu menggenjot pertumbuhan mereka.
Ula fokus pada pengadaan semua kebutuhan barang yang warung kelontong butuhkan, dengan lebih dari 6 ribu jenis produk yang bisa mereka pesan.
Dalam laman resminya, Ula mencatat ada 70 ribu sobat Ula, yaitu warung kelontong yang menjalin kerjasama dengan Ula.
Meski 70 ribu Sobat Ula adalah jumlah yang masih jauh untuk mengejar jumlah Mitra Bukalapak yang menurut katadata.co.id sudah menyentuh angka 8 juta.
Bukalapak juga memulai ekspansi Mitra dari daerah misalnya Yogyakarta, Manado, Solo, Palembang, dan Pekanbaru.
Namun Ula mencatat waktu yang lebih singkat dari Bukalapak dalam mendapatkan 70 ribu mitra pertama. Tampak sangat menjanjikan bahwa Ula siap senggol Bukalapak dalam persaingan bisnis ini.
Ini yang membuat Jeff Bezos akhirnya optimis untuk berinvestasi pada Ula, sebuah pilihan yang rasional daripada memasukkan Amazon untuk bersaing dengan Ecommerce lokal Indonesia.
Layanan Buy Now Pay Later
Masih dari katadata.co.id, Co-Founder Derry Sakti menjelaskan beberapa rencana Ula untuk mengelola dana investasi 1,2 Triliun.
Yang paling utama adalah memperkuat kehadiran pada wilayah pedesaan yang mempunyai akses terbatas dengan membangun infrastruktur logistik, teknologi, dan rantai pasokan lokal.
Kemudian pihak Ula akan melakukan kajian untuk pengembangan fitur Buy Now Pay Later untuk para sobat Ula yang mempunyai riwayat transaksi bagus.
Ini akan menjadi solusi bagi para pemodal kecil untuk bisa melakukan pengadaan yang lebih besar. Jika barang semakin banyak tentu potensi pembelian akan semakin besar.
Dengan ini ada potensi bagi warung untuk berkembang, dan juga meningkatkan angka distribusi Ula sebagai Ecommerce besar dan Startup Retail Ula siap senggol Bukalapak.
Pengembangan ini juga mengembangkan misi sosial untuk membantu percepatan pemulihan ekonomi masyarakat pasca Covid-19, ujar Derry.
Tentu ini merupakan strategi Ula untuk menjaring lebih banyak mitra UMKM, skema yang sama juga Bukalapak lakukan kepada Mitra-nya dengan fitur Bayar Nanti.
Sebenarnya layanan Pay Later ini sudah lazim ada sejak era perdagangan konvensional. Namun biasanya hanya berlaku untuk jumlah pembelian yang besar.
Namun kehadiran Ecommerce saat ini memberikan kemudahan bagi warung kecil untuk bisa menikmati layanan Pay Later seperti para pemilik toko besar.
Tentu dengan memperhatikan transaksi penjualan dan fitur pencatatan pada platform Ula, ini akan mencegah Sobat Ula terlena dalam mengambil hutang yang berlebihan.
Dengan itu potensi gagal bayar karena bangkrut bisa diminimalisir oleh kedua belah pihak.
Baca juga : Perhatikan Ini Untuk Memperkuat Identitas Brand Pada Media Sosial
Dukungan 3 Kantor di 3 Negara
Meski mengambil target pasar pertama di Indonesia, namun Ula mempunyai potensi untuk menjadi pemain global.
Bagaimana tidak, Pengalaman Nipun Mehra dan Alan Wong dalam startup internasional membuktikan mereka mampu menggaet investor global. Mungkin ini juga alasan Bezos untuk turut serta berinvestasi.
Selain itu, Ula memiliki 3 kantor pada 3 negara berbeda. Yaitu India, Singapura, dan Indonesia. Tentu ini memungkinkan Ula untuk menjalin komunikasi dengan investor global.
Khususnya India yang mempunyai banyak orang dengan level jejaring internasional, dan Singapura yang menjadi tempat strategis bagi perusahaan global untuk berkantor di Asia Tenggara.
Ini juga menjadi sebuah privilege bagi Ula untuk bisa mengembangkan sistem serupa pada negara lain, baik di wilayah Asia Tenggara dan Asia Tengah.
Warung Sebagai Arena Tempur Baru
Sebelum Ula menggempur warung kelontong, Bukalapak dan Tokopedia sudah lebih dulu melakukan langkah ini.
Hasilnya kini Bukalapak mempunyai 8 juta Mitra dan Tokopedia ada pada angka 2 jutaan. Selain itu Grab dengan layanan Grab Kios juga berhasil menggaet 4 juta warung untuk kerjasama penjualan barang.
Selain itu ada juga 4 startup bidang keuangan yang memfasilitasi warung dengan barcode untuk pembayaran digital.
Ada Gopay,OVO, Linkaja, dan Dana yang bersaing memperebutkan pengelolaan keuangan warung kelontong.
Sebagaimana sudah kami tulis, bahwa 60 persen perputaran ekonomi ada pada warung kelontong yang jumlahnya mencapai 63jutaan.
Co-Founder Bukalapak. Fajri Rasyid, membayangkan bahwa warung yang biasanya hanya menjual kebutuhan sehari-hari kemudian beralih fungsi sebagai agen adopsi digital dalam masyarakat.
Ada potensi pasar yang sangat besar dan menjanjikan karena warung ini langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Ini menjadi medan perang terbuka bagi para startup untuk melebarkan sayap bisnis karena potensial dalam menciptakan pasar baru. Dengan dukungan pendanaan yang besar, kemudian Startup Retail Ula siap senggol Bukalapak.