Meski ekonomi global dibayangi resesi, namun Indonesia bisa mencatatkan prestasi gemilang Ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di hadapan para ekonom.
Pada sarasehan 100 ekonom, Sri Mulyani paparkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,6% resesi semakin menjauh.
Pertumbuhan ekonomi 6,6% menunjukkan pemulihan Indonesia lebih baik dari negara lain bahkan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa negara maju di G20.
Situasi ini sebenarnya sudah sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh Sri Mulyani, mengingat awal 2022 menunjukkan sinyal positif sebagai pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Jika diurai berdasarkan kuartal, rerata kenaikannya sebesar 5%. Sri Mulyani mengatakan bahwa empat kuartal terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas 5%.
Pada Kuartal I-2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di angka 5% (year on year/yoy), naik menjadi 5,4% (yoy) pada Kuartal II-2022 dan kembali mengalami kenaikan menjadi 5,7% (yoy) pada Kuartal III-2022.
Sedangkan angka 6,6% merupakan pertumbuhan level PDB riil secara kumulatif sejak kuartal I hingga kuartal III tahun 2022.
Mengenai Pertumbuhan Mencapai 6,6%
Mencapai angka 6,6% merupakan prestasi yang gemilang dan menandakan keberhasilan pemerintah mendongkrak ekonomi pasca pandemi.
Sebagai perbandingan, Sri Mulyani menyandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan sejumlah negara maju dan berkembang, termasuk Inggris.
Inggris misalnya, hingga hari ini masih menunjukkan sentimen pemberitaan negatif terkait pertumbuhan ekonomi.
Pemulihannya sangat lambat, bahkan di beberapa daerah banyak orang masih kesulitan makan. Meski jika kita nonton siaran liga inggris tampak masih banyak penonton.
Beberapa negara berkembang malah bisa tumbuh lebih cepat, misalnya Thailand dan Filipina.
“Namun negara emerging seperti Korea Selatan dan Jepang juga levelnya masih di bawah kita” jelas Sri Mulyani.
Dalam forum tersebut, Sri Mulyani juga mengungkapkan faktor eksternal yang menopang kinerja perekonomian Indonesia yaitu neraca perdagangan ekspor.
Selama tahun 2022, kinerja ekspor selalu mencapai angka dua digit. Catatan terakhir pada bulan Oktober 2022 ada pertumbuhan 12,3% dan secara year to date (ytd) tumbuh 30,97%.
Pada saat yang sama, kinerja impor tumbuh hingga 17,4% atau secara ytd tumbuh 27,7%.
Tingginya angka impor membukukan sentimen positif pada dinamika neraca perdagangan Indonesia dengan membukukan surplus USD 5,7 miliar di Oktober 2022.
“Catatan ini juga melengkapi konsistensi surplus pembukuan selama 30 bulan berturut-turut,” ujar Sri Mulyani.
Tentu ini menimbulkan dampak positif ke perekonomian Indonesia.
Baca juga: Hati- Hati! 6 Kasus Investasi Bodong Saat Ini
Bayang-Bayang Resesi

Meski surplus neraca perdagangan masih memberikan sinyal positif, namun ada beberapa situasi global yang patut diwaspadai.
Sri Mulyani mengatakan bahwa emerintah telah menetapkan arah kebijakan fiskal pada 2023 adalah optimistis dengan kewaspadaan yang tinggi akan risiko ketidakpastian global.
Pemerintah tetap optimis dengan pemulihan ekonomi yang akan terus dijaga. Pada sisi lain pemerintah juga waspada terhadap potensi menurunnya ekspor apabila dunia mengalami resesi.
Jika banyak negara yang terdampak resesi, otomatis mereka akan memperketat konsumsi. Khususnya untuk impor bahan baku industri.
Masih memungkinkan untuk stabil adalah impor energi yang memang kebutuhan pokok.
Pada sisi lain, kementerian keuangan akan memastikan belanja pemerintah akan lebih selektif karena adanya exposure pengetatan likuiditas serta kenaikan dolar AS.
Waspada Inflasi
Efek ketakutan inflasi kemudian akan memicu stagflasi yang akan membahayakan perekonomian.
Sri Mulyani juga tetap mewaspadai inflasi akan akan meningkat, karena ini akan memicu pelemahan rupiah dan naiknya harga komoditas yang disebut imported inflation.
Untuk itu pemerintah bersama BI, OJK dan LPS di dalam KSSK akan terus memantau sektor mana yang masih belum pulih dan yang sudah berangsur pulih dari scarring effect pandemi.